Dengan Menulis, Saya Membuka Jendela Dunia

 

(Desain  by Canva)

Sama  halnya dengan jendela yang ada pada setiap rumah. Memperindah ruangan dan dengan penempatan yang tepat memiliki fungsi tempat keluar masuknya udara. Membuang udara kotor dan angin-angin sepoi berembus melaluinya. Begitulah menulis bagiku. Tempatku merefleksi setumpuk pemikiran-pemikiran di kepala. Menjadi wadah untukku menuangkan ide-ide dan bertemu ruang-ruang cerita yang baru. Seringkali, karena dunia tulis-menulis saya dipertemukan dengan orang-orang yang membawa energi positif untuk diriku. Orang-orang yang kukagumi dan sudah malang melintang pengalamannya dalam hidup.

Pertama kali menulis bagiku adalah karena decak kagum orang-orang. Kala itu, dari guru-guru di sekolah yang menyadari potensiku. Seingatku sejak SD, SMP sampai di tingkat SMK saya sering diikutkan pada lomba-lomba seperti menulis dan membaca puisi. Yah, karena ekspresi bahagia dan kagum orang-orang atas tulisan yang kubuat membuatku candu dan terus ingin melakukan hal yang sama.

Namun namanya kompetisi, ada menang dan kalah. Sebagaimana umumnya emosi seorang anak kecil yang masih tahap belajar, beberapa kali kalah dalam lomba membuatku sedih. Tapi kecintaanku pada dunia ini masih lebih mendominasi.

Duduk di bangku kuliah saya belajar membuka ruang tulisku dalam sebuah blog pribadi. Kehidupan yang semakin majemuk membuat saya semakin senang memojokkan diri dalam tulisan-tulisanku. Kompetisi tak lagi menjadi tujuan utama, melainkan tentang bagaimana agar bahasaku bisa tertuang dalam kalimat-kalimat yang tersusun rapi dan menjadi arsip pribadi. Beberapa hal terekam jelas, dan saat ini jika sedang senggang akan kunikmati masa laluku lewat tulisan-tulisan itu.

Saya menemukan diriku yang dulu saat jatuh cinta, patah hati dan main hati kembali. Saat saya mengkritik orang-orang yang buang sampah sembarangan atau berbuat jahat pada kucing jalanan. Saya bertemu dengan diriku di masa itu lewat rekaman dalam wujud tulisan yang menggambarkan ragam ekspresi. Kadang berapi-api, kadang sendu sendiri. Ada pula puisi-puisi lama yang menyayat hati. Yah setidaknya untukku, tulisan itu membuatku merefleksi masa-masa yang pernah kulewati. 

Bahkan nyaris hilang dari ingatan jika saat itu tak kutuliskan kisahku

Bertemu Merry Riana dan Gus Mul

zoom meeting bersama Merry Riana (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Menulis membuatku bertemu orang-orang hebat. Orang-orang yang menapaki banyak aral dan rintangan hidup dan juga sudah berjumpa dengan manusia-manusia hebat lainnya di muka bumi. Orang-orang yang tentunya sedikit banyak telah memberi pengaruh dan harapan-harapan baik untuk orang lain. Orang-orang yang telah membagi kisah kesuksesan mereka.

Salah satu ajang menulis membuat saya bertemu dengan orang-orang seperti itu. Pada sebuah kesempatan di bulan juli, melalui aplikasi zoom meeting bersama Merry Riana dan Gus Mul. Penulis, motivator hebat dan blogger yang sudah malang melintang tulisannya di dunia blog.

Tentu bukan hal mudah juga untuk bisa bertemu mereka. Saya harus melewati serangkaian seleksi penulisan. Menyusun kalimat demi kalimat agar essayku bisa terbit dan dikategorikan layak. Namun hasilnya memuaskan. Saya mendapat kesempatan “merampok” dari mereka yang kaya ilmu dan pengalaman itu. Pada sesi tanya jawab saya melontarkan segelintir pertanyaan. Pokoknya tak ingin kusia-siakan moment berharga itu. Kapan lagi bisa mendulang emas gratis seperti ini.

Mungkin tak semua orang memahami dengan apa yang saya rasakan. Karena memang hal ini tak harus dimengerti siapapun. Lagi-lagi, saya menegaskan bahwa ini adalah euforia untukku. Sebuah aktivitas menulis yang membawaku kepada pengalaman-pengalaman berharga dan memberi sumbangsih banyak hal. Baik dari sudut pandang maupun sistematika penulisan.

Menulis bagi sebagian orang adalah hal yang sulit, itu wajar. Sayapun masih sering merasakan kesulitan-kesulitan itu. Tapi bukankah hidup memang selalu ada hal sulit yang akan dilalui. Dengan bentuk dan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Pada intinya proses itu akan terjadi dan kita akan menempa diri dalam setiap prosesnya.

Pengalaman menulis tak hanya memberiku kesempatan bertemu orang-orang hebat. Sebenarnya masih banyak hal realistis yang lebih membahagiakan jika disebutkan, mendapat cuan hasil lomba menulis misalnya. Tapi saya tidak akan membahas itu kali ini.

Standar kebahagiaan orang berbeda-beda. Dan kebahagiaan terbesar dalam hidupku adalah senantiasa mendapat kesempatan untuk belajar dan terus memperbaiki kualitas serta karakter pribadi. 

menulis adalah salah satu jalan yang kutempuh untuk membuka jendela dunia, dan melihat sejauh mana proses yang kumampu.     

 

 

0 Komentar