desain by canva |
Rumah adalah tempat berlindung dari sengatan matahari dan sengatan-sengatan problematika hidup yang ada di luar sana. Rumah adalah tempat kembali, di mana seluruh penghuninya akan pulang dan memeluk rindu yang sekian lama tertabung. Setelah bereksplorasi dengan ragam urusan dunia di luar sana.
Pasangan Muda Inspiratif dan Berprestasi Sulsel.
Rumah adalah tempat di mana organisasi terkecil terbentuk di dalamnya. Laksana bahtera yang melaut, mengarungi lautan kehidupan. Sementara nahkoda dan awak kapal adalah mereka-mereka yang hidup di dalamnya. Ada seorang ayah dan ibu sebagai orangtua, dan anak-anak yang mewarnai rumah dengan segala cerita-cerita suka dukanya.
Pada bulan Mei 2022, sebuah ajang membuat saya, suami dan kedua anakku berangkat ke Jakarta. Kami menjadi pasangan yang terpilih setelah melalui tahap-tahap seleksi untuk berangkat ke Ibukota negara, membawa nama Sulawesi Selatan. Sebuah ajang nasional bernama Pemilihan Pasangan Muda Inspiratif dan Berprestasi yang merupakan program dari Deputi 2 Kementerian Pemuda dan Olahraga. Sebanyak 23 peserta dinyatakan lolos sampai ke tahap presentasi. Para finalis dari berbagai daerah di Indonesia diundang ke Jakarta untuk mempresentasekan beberapa hal yang menjadi kriteria dalam ajang pemilihan. Di antaranya pemahaman tentang keluarga harmonis, cara mendidik anak, kesehatan reproduktif, kekerasan dalam rumah tangga dan inovasi-inovasi yang dilakukan di masyarakat yang tentunya menginspirasi.
Foto bersama finalis Pasangan Muda Inspiratif dan Berprestasi Deputi 2 Kemenpora RI 2022 |
Di sana kami bertemu dengan pasangan-pasangan muda se-Indonesia yang luar biasa. Mereka tentu saja para finalis yang terpilih datang ke Jakarta membawa potensi dan inovasi masing-masing. Berada di antara sekumpulan orang-orang hebat ini membuatku dan suami merasa menjadi pasangan yang betul-betul beruntung. Suasana kekeluargaan lebih kental terasa ketimbang ajang kompetisi itu sendiri. Menang dan kalah sungguh bukan hal yang menjadi prioritas karena semua memberikan hal terbaik yang telah dilakukan. Anak-anak kami bermain di tengah suasana penerimaan materi yang kami terima dari pihak penyelenggara dalam hal ini Kemenpora dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan itu. Sesekali peserta -utamanya kaum ibu- ada yang setengah berlari di dalam ruangan mengejar anak-anak mereka. Namun penerimaan materi tetap berjalan sebagaimana mestinya. Kepanitiaan sama sekali tidak membuat larangan-larangan atau batasan gerakan layaknya aktivitas formal lain yang tak boleh ada kegaduhan. Suara anak-anak malah menambah semarak dan semangat dalam majelis ilmu tersebut.
Gambaran situasi itu merupakan visualisasi perjalanan berumahtangga yang ideal menurutku. Di mana semua hal berjalan sebagaimana mestinya dan penuh dengan toleransi-toleransi. Dalam berumahtangga, ayah dan ibu adalah manusia-manusia pertama yang menjadi penopang di dalam rumah. Baik secara lahiriah maupun batiniah. Tentang bagaimana ayah dan ibu berjibaku menghidupi rumah. Bekerjasama dan produktif untuk kelangsungan hidup rumah tangga. Sementara anak-anak akan tumbuh dan berkembang di dalamnya. Mengeksplorasi dunia luar namun tetap akan ada orang tua yang selalu mendampingi tiap langkahnya. Dan rumah adalah tempat semua berkumpul menjadi satu kekuatan abadi. Di sanalah ayah, ibu dan anak-anak akan selalu hadir, saling mengisi, saling merangkul untuk kemudian menjadi pribadi-pribadi yang kuat, sehat jasmani dan rohani.
Peduli
Saya menyadari tentang satu hal yang kian menjadi tren dan saat ini butuh perhatian lebih. Yaitu tentang nikah muda dan pasangan-pasangan muda itu sendiri. Meski telah dipertemukan beberapa pasangan muda yang luar biasa menginspirasi di Indonesia, namun di luar sana tidak sedikit pula yang merasakan menjadi pasangan muda dengan segelintir problematika hidup yang diposting di media sosialnya. Belum lagi yang diberitakan oleh media-media mainstream dan aplikasi-aplikasi media sosial yang memposting aib dalam rumah tangga, yang kemudian menjadi satu konsumsi publik setelah semakin viral. Tentu saja hal ini bukan lagi kabar yang baik namun patut diberi perhatian.
Pernikahan muda kian marak, serentetan kasus ibu muda juga mewarnai pemberitaan. Dan dalam konteks berita mereka dihadirkan dengan status tersangka. Ada yang menjadi tersangka setelah melakukan kekerasan pada suami, pada anak dan menyakiti dirinya sendiri. Berbagai peristiwa kriminal menjadi santapan hampir tiap hari. Lalu mengapa hal ini bisa terjadi?
Bukankah ada kelas catin (calon pengantin) dari kementerian agama sebelum ijab qabul terjadi? yang mana di dalamnya berisi materi dan wejangan-wejangan bagaimana berumah tangga sakinah, mawaddah warahmah. Apakah mereka lupa hal-hal yang telah disampaikan penghulu sebelum memasuki tahap pernikahan. Lalu mereka saling menyakiti dan berbuat hal-hal di luar kendali. Apakah mereka bahkan lupa alasan mereka saling mencintai?
Seberapa kejam jalan hidup berumahtangga yang ditempuh dan membuat mereka terjebak pada situasi yang tak menentu. Atau mungkin ini hanya bagian dari dinamika hidup yang kebetulan terjadi. Jika benar hal ini hanyalah sebuah kebetulan, akan tetapi mengapa hal yang kebetulan itu terjadi, menjamur kemudian menjadi fenomena tak lazim yang selalu diperdengarkan hari demi hari di bumi ini. Masihkah kita akan menutup mata dengan kenyataan-kenyataan seperti ini? Sekarang bukan waktunya mengkaji sebab musabab lalu mencaci, akan tetapi peduli kepada lingkungan dan diri kita sendiri. Sudahkah kita menyapa diri sendiri hari ini? Sudahkah kita memastikan lingkungan kita sehat hari ini?
Yah, peduli adalah satu kata yang bisa mewakili. Ada yang hidup dengan terlalu memperdulikan urusan orang lain, hingga sedetail-detail privasinya pun menarik untuk di selidiki. Tentunya ini dalam konotasi negatif yang tak patut dicontoh. Ada pula yang sebaliknya, berjalan seolah hanya hidup sendiri di muka bumi ini tanpa peduli, apa dan siapa yang ada di sekitarnya. Ini juga bukan hal bagus untuk diterapkan. Bagaimanapun juga kita adalah manusia yang butuh untuk hidup berdampingan dengan manusia lain atau bersosialisasi dalam batas-batas tertentu. Peduli dengan diri sendiri, tidak bersikap egois, menjaga hak-haknya juga mengetahui kewajibannya sebagai seorang manusia. Sedangkan peduli dengan manusia lainnya, adalah sesuatu yang "mahal" harganya saat ini. Di jaman orang hidup nafsih-nafsih dan tidak peka serta minim empati.
Dalam sebuah keluarga misalnya, rasa peduli satu sama lain semestinya senantiasa dijaga. Setiap orang di dalam rumah mungkin punya kesibukan dan rutinitas yang berbeda-beda. Ayah dan Ibu yang sibuk dengan pekerjaannya juga anak-anak yang masing-masing memiliki aktivitas yang berbeda-beda. Akan tetapi rumah yang hidup akan membuat penghuninya betah dan selalu ingin merasa saling memiliki. Akan ada sudut-sudut tertentu dalam rumah yang membuat keluarga berkumpul dan menjadi moment bahagia untuk saling bertukar cerita, saling peduli dan mengasihi. Andai setiap yang berkeluarga saling peduli seperti itu mungkin bisa meminimalisir potensi-potensi percikan yang memicu terjadinya hal yang di luar kendali. Karena orang-orang di dalamnya akan senantiasa merasa dicintai dan seberat apapun masalah akan selalu ada solusi.
Hari Keluarga Nasional 29 Juni
Berkasih-kasihlah untuk cinta abadi sakinah, mawaddah, warahmah till Jannah
Sebagai seorang ibu, melihat segelintir permasalahan yang seolah mendiskreditkan kaum ibu membuat hatiku perih. Bagaimana berita-berita membingkai seorang ibu menjadi sosok yang tak lagi dikenali. Ditambah komentar-komentar yang menghujat, semakin membuat rasa pedih di hati. Saya adalah seorang ibu yang sehari-hari juga berjuang bagaimana untuk selalu menjadi sosok yang dicintai. Oleh suami, anak-anak dan orang-orang yang ada di sekitarku. Juga berjuang untuk selalu waras dengan mencintai diri sendiri.
29 Juni diperingati sebagai hari keluarga nasional. Namun untuk seorang ibu, khususnya saya pribadi, setiap detik, setiap hembus nafas adalah sebuah kesempatan untuk mengaktualisasi diri. Berdedikasi untuk memberikan yang terbaik bagi diri sendiri, keluarga dan juga negeri ini. Bagaimana saya berupaya semaksimal mungkin hadir sebagai sosok ibu yang selalu dirindukan kedua putraku, seorang istri yang selalu bisa mendampingi dan mengimbangi langkah-langkah suamiku. Juga memberi ruang untuk diriku sendiri, untuk tetap mencintai diriku dan tidak kehilangan duniaku. Beruntung saya memiliki suami yang siap bergerak sepaham dalam menjalani rumah tangga. Tidak ada prinsip-prinsip patriarki atau semacamnya. Yang kami bangun adalah sebuah rumah tangga yang senantiasa berisi diskusi dari hati ke hati. Kami berawal dari cinta, membangun rumah tangga dengan cinta dan mengajarkan anak-anak kami tentang kasih sayang yang tulus. Bahwa selalu ada pilihan dalam hidup ini. Ada sisi baik dan buruk dan jika bisa berbuat baik lalu untuk apa berbuat buruk? Semua adalah pilihan. Selamat menyambut hari keluarga nasional. Berkasih-kasihlah untuk cinta abadi sakinah, mawaddah, warahmah till Jannah.
Foto bersama suami dan kedua puteraku di Hotel Ciputra, beberapa menit sebelum menuju Bandara untuk kembali ke Makassar, Sulsel |
2 Komentar
Keren nyaaa
BalasHapusMasya Allah ... kerennya pengalamannya. Semoga selamanya sakinah mawaddah warahmah. ^^
BalasHapus