Menurut studi numerologi Aulia
memiliki makna bertanggung jawab, melindungi, merawat. Sebagian lagi
mengartikannya sebagai pemimpin penolong atau pelindung. Seseorang yang kukenal
bernama Aulia juga memiliki sosok tersebut. Seorang single parent yang menjadi
pahlawan untuk 3 orang anaknya, ibunya dan pahlawan untuk dirinya sendiri.
Aulia adalah visualisasi wonder
women di dunia nyata menurutku. Bagaimana ia membanting tulang, mengurangi
jatah tidur dan istirahat untuk memenuhi segala kebutuhan hidup dan hal-hal
yang dibebankan padanya. Yah, saya menyebutnya seperti itu karena ada beberapa
hal yang menurutku bukanlah tanggung jawab yang harus ia tanggung namun ia
menerima semua dengan lapang dada.
Saya mengenal Aulia sejak duduk
di bangku SMP. Sosoknya yang ceria dan mampu berkawan dengan tulus dengan
siapapun membuatnya mudah bergaul dan diterima oleh teman-temannya. Namun di
suatu kesempatan kami bertemu kembali, kulihat Aulia melempar senyum dengan
tatapan melelahkan yang tak bisa ia sembunyikan. Seperti banyak beban yang
ingin ia utarakan namun sebuah benteng ia bangun untuk menutupi itu semua.
Seingatku malam itu, sekira pukul
20.30 Wita , Aulia yang menerima jasa layanan kecantikan (eyelash extention)
berjanji akan menemuiku di tempat yang sudah kutentukan, di tempat kerjaku. Ya,
saya meminta jasanya untuk memperindah bulumataku. Ia datang sedikit terlambat
dengan menggunakan mantel karena hujan hampir semalaman mengguyur kota tempat
tinggal kami. Kumaklumi kondisinya, kupersilakan ia masuk ke ruang kerjaku.
Masih dengan kondisinya yang menggigil akibat cuaca dingin, ia bersiap untuk
bekerja. Tapi letihnya yang tak tersembunyi membuatku merasa iba. Saya
memintanya tidak terburu-buru dan bersantai saja.
Perlahan saya membuka percakapan,
membahas sekian tahun lamanya kita tidak bertemu karena kesibukan
masing-masing. Apalagi kami sama-sama telah berkeluarga. Akan tetapi, dengan
volume suara yang mengecil Aulia bilang kalau dia sudah tidak seatap dengan
suaminya.
“Saya Lelah Fit, saya menyerah
dengan pernikahanku,” katanya.
Kalimat yang dilontarkan Aulia
tak kutanggapi. Mungkin senyum masih tersungging di wajahnya namun kalimat itu
kian berat terlontar dari bibirnya. Saya hanya menepuk bahunya dan berkata bahwa
ia sudah berjuang dan saya percaya ia bisa mengatasi itu semua.
Perlahan ia mengatur nafas dan
kembali melanjutkan ceritanya. Semua beban yang ia pikul berawal dari
pernikahannya dengan seorang pria yang dicintainya. Awalnya ia berpikir pria
tersebut adalah seseorang yang akan mengayomi, melindungi dan menyempurnakannya
sebagai seorang Wanita di dalam sebuah rumah tangga yang sederhana. Namun semua
keliru, Aulia terjebak dalam sebuah hubungan toxic selama hampir 10 tahun
dengannya. Seorang lelaki yang tidak memberinya nafkah, bertindak semaunya,
marah semaunya, mesra jika ia menginginkan sesuatu dari Aulia dan kembali
memberi sumpah serapah jika sesuatu terjadi tak sesuai keinginannya. Mirisnya
kondisi rumah tangga itu dialami Aulia disaksikan mertuanya yang tak berbuat
apa-apa, malah cenderung berpartisipasi membuat hubungan toxic itu semakin
menyudutkan Aulia.
Selama 10 tahun Aulia tinggal
seatap dengan suami dan mertuanya. Dari pernikahan itu ia diberkahi 3 orang
anak yang lucu dan menggemaskan. Namun keadaan tak pernah berubah, Aulia masih
saja mendapat perlakuan tak pantas selama berada di rumah itu. Ia bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, kebutuhan anak-anaknya juga membayarkan
utang-utang mertuanya yang entah kenapa bisa menjadi tanggung jawabnya juga.
Bahkan kebutuhan suaminya juga, ya uang rokok, oembeli pulsa dan kuota internet
juga uang rokoknya.
Beberapa kali Aulia meminta
suaminya untuk berubah dan bekerja namun sia-sia saja. Diskusi yang seharusnya
terbangun malah berujung pertengkaran yang membuat Aulia lebih memilih
mengalah.
Kondisi terburuk dialami
sekalipuan ia sedang hamil. Aulia bekerja sebagai seorang staff di salah satu
kantor notaris. Tapi ia sudah terbangun sejak pukul 3 subuh untuk memasak dan
membersihkan di rumah mertuanya. Ia juga harus membuat kue-kue kecil saat subuh
karena sebelum berangkat ke kantor ia menitipkan jualannya di warung-warung
untuk memperoleh tambahan sumber pemasukan. Yah lagi-lagi upah minim yang
diperolehnya tidak mampu menutupi semua kebutuhan hidup dan keluarganya,
sehingga ia harus bekerja berkali lipat untuk memenuhi itu semua.
Beruntung ibu kandungnya saat itu
masih mau sesekali membantu menjagakan anak-anaknya sehingga ia leluasa mencari
nafkah. Sepulang dari kantor notaris ia masih harus bekerja hingga larut malam.
Dari rumah ke rumah mengunjungi pelanggan yang meminta jasanya untuk pemasangan
eyelash ekstention atau sambung bulumata yang sedang ngetren di kalangan
perempuan. Tak jarang ia kembali ke rumah jam 12 malam. Di rumah pun harus
kembali berhadapan dengan orang-orang yang seolah tidak memihaknya.
Tak jarang ia menangis sesengukan
seorang diri ketika lelah meruntuhkan mental dan fisiknya. Bahkan di
detik-detik terakhir ia bertahan dalam rumah tangganya, suaminya menuduhnya
selingkuh dengan seorang lelaki lain. Sebuah kecemburuan tak berdasar membuat
ia benar-benar merasa tak dihargai lagi dan membuatnya pergi membawa
anak-anaknya.
Namun nasib baik belum juga
memihaknya, ujian hidup kembali menerpa. Orang tuanya diambang perceraian,
kondisi itu membuatnya kebingungan dan seperti tak memiliki rumah untuk pulang.
Kemana lagi ia dan anak-anaknya akan berlindung.
Seiring waktu, segala macam badai
kehidupan menerpa dan Aulia masih sanggup berdiri hingga saat ini.
Perceraiannya sudah sah secara agama dan hukum. Ia membenahi diri dengan fokus
dengan aktivitasnya bekerja, membesarkan anak-anak dan menjaga ibunya yang kini
juga telah resmi menjanda. Aulia menerima segala takdir yang digariskan padanya
dengan jiwa besar dan keyakinan, selalu ada hikmah di balik tiap kejadian.
Pertemuan malam itu berakhir dengan cerita yang membuatku
terperangah. Hingga saat pertemuan itu berakhir, Aulia tetap tegar dan
menceritakan mimpinya. Sebuah rumah sederhana yang bisa menampungnya bersama
ibu dan anak-anaknya. Meskipun saat ini mereka tinggal di sebuah kontrakan
kecil namun ia tetap berharap bisa memberi yang terbaik untuk orang sekitarnya.
Sosok yang selalu tersenyum itu bernama Aulia, sosok yang kuat, memimpin dan
melindungi dirinya dan orang-orang yang ia kasihi.
0 Komentar