Akan kubakar dia

Saya adalah babu yang mengaku babu,  bukan karena pilihan tapi membabu adalah apa yang saat ini harus saya jalani,  saya tidak punya om jin dan lampu ajaibnya. 
Saya menulis dalam keadaan tenang, mengetik perlahan karena jemariku masih keram setelah kecelakaan dua malam yang lalu,  tapi sikap tenang dari emosi yang baru saja tersulut jelas bukan keadaan yang baik untuk seorang saya,  dan untuk seorang babu. 
Saya baru saja menyulut dua batang rokok yang kuperoleh dari satpam kantor,  seharian ini tidak sesendok nasipun melalui kerongkonganku sejak pagi,  tapi sekitar jam 9 malam,  kurang lebih 2 jam setengah yang lalu seorang perempuan,  teman kerja,  memberiku satu potong kue yang cukup membuat usus semakin bergesekan berebut nutrisi,  beberapa tetes air semakin terasa mengeringkan tenggorokan,  keadaan serba sulit,  hari ini harusnya saya menggenggam beberapa lembar rupiah,  tapi malah ditunda besok karena alasan yang tidak jelas dari bos yang mengaku PROPESIonal,  ahh saya ingat lagi dengan KTP dan STNK motor yang sengaja kutinggal di satu kiloan meter sana karena mengutang bensin 10. 000 tadi pagi. 
Di depanku kini,  bisa dibilang adalah sumber masalah yang membuat saya lebih kurus lagi,  dia begitu besar,  gedung bertingkat yang entah akan brapa milyar ruginya kalau ku apa-apakan dia,  pasrah saja dia,  kaku,  beku,  dingin,  tapi dia bisa saja kubakar dan dia tidak akan bicara. 
Tapi tepat di kakiku,  genangan air sisa hujan sore memantulkan bayangan seseorang yang duduk,  seorang babu,  yah dia masalahnya,  dialah masalahnya,  seharusnya dia yang kutiadakan. 

0 Komentar